Filosofi Teras Tentang Apa? Baca Di sini Yuk!

Buku Filosofi Teras

Mungkin di antara lo saat ini ada yang bertanya-tanya dan penasaran tentang buku Filosofi Teras membahas apa? dan mengapa disebut Filosofi Teras? Tenang, lo akan menemukan jawabannya di tulisan ini. Mulai dari awal mula Filosofi Teras, prinsip fundamental Filosofi Teras, hingga opini pribadi gue terkait filosofi Stoikisme ini dalam prakteknya di masyarakat, khususnya yang berada di sekitar gue.

Namun, sebelum mulai, gue akan mencantumkan detail terkait buku ini, sebagai berikut:

Judul Buku: Filosofi Teras

Penulis: Henry Manampiring

Jumlah Halaman: 312

Penerbit: Penerbit Buku Kompas

Tanggal-bulan-tahun diterbitkan: 2019 (Cetakan ke-8)

ISBN: 978-602-412-518-9

Harga: Harga Buku Filosofi Teras Pulau Jawa Rp 98.000

Mengenal Filosofi Teras

Merangkum dari buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring, Filosofi Teras merupakan aliran filsafat zaman Yunani dan Romawi yang dicetuskan oleh Zeno seorang pedagang yang kapalnya karam di tengah lautan. Ia akhirnya kehilangan seluruh harta dan barang dagangannya serta harus terdampar di negeri orang, Athena.

Suatu hari, dia mengunjungi sebuah toko buku dan menemukan sebuah buku filsafat yang menarik hatinya. Ia pun bertanya kepada pemilik toko itu, di mana ia dapat bertemu dengan filsuf-filsuf seperti penulis buku itu.

Lalu, secara kebetulan, melintaslah Crates. Seorang filsuf aliran Cynic. Si pemilik toko pun akhirnya menunjuk kepadanya. Zeno akhirnya mengikuti Crates untuk belajar darinya.

Seiring berjalannya waktu, Zeno belajar filsafat dari berbagai filsuf yang berbeda. Hingga ia akhirnya mengajar filsafatnya sendiri. Ia senang mengajar di teras pilar (dalam bahasa Yunani disebut Stoa). Jadilah para pengikut ajarannya disebut “kaum Stoa”.

Jadi, mengapa buku ini disebut Filosofi Teras adalah karena dahulu sang pencetus filosofi ini gemar mengajar di teras pilar di Yunani. Filosofi ini kemudian meluas dan disebarkan oleh tokoh-tokoh terkemuka Stoikisme berikutnya, seperti Epictetus, Senecca, dan Marcus Aurelius.

Ada banyak sekali hal yang bisa dipelajari dari Filosofi Stoa. Hanya saja, dalam tulisan ini, gue hanya akan membahas fundamentalnya aja, yaitu tentang dikotomi kendali dan hidup selaras dengan alam. Menarik, kan? Yuk, lanjut!

Dikotomi Kendali

Dikotomi kendali adalah salah satu prinsip Stoa atau Filosofi Teras yang fundamental. Jika boleh memilih satu saja untuk diingat dari buku Filosofi Teras, Maka dikotomi kendali harus jadi yang dipilih. Begitulah menurut Mas Henry Manampiring dalam bukunya.

Inti dari dikotomi kendali adalah seperti yang pernah dikatakan oleh filsuf kenamaan Epictetus. Ia berkata kurang lebih seperti ini:

“Some things are up to us, some things are not up to us.”

“Ada hal-hal di bawah kendali (tergantung pada) kita, ada hal-hal yang tidak di bawah kendali (tidak bergantung pada) kita.”

Apa saja hal-hal yang di bawah kendali kita? tidak lain adalah pikiran dan tindakan kita. Lalu, hal-hal yang di luar kendali kita? di antaranya adalah perilaku orang lain, opini orang lain, peristiwa alam seperti cuaca dan bencana alam, dan lain-lain.

Orang mau ngomong apa aja terserahlah. Terserah warga deh pokoknya ehehe. Karena menurut Filosofi Teras, opini dan tindakan orang lain itu di luar kendali kita sehingga tidak perlu menjadi fokus perhatian.

Sedangkan pikiran dan tindakan kita, itu sepenuhnya berada dalam kendali kita. Nah, inilah yang harus mendapatkan fokus perhatian. Tujuan dari dikotomi kendali sebetulnya adalah ini. Agar kita dapat berfokus pada apa yang penting dan signifikan. Sehingga kita bisa hidup lebih efektif dan tangguh.

Sesederhana untuk mendapatkan promosi di tempat kerja misalnya. Kita bisa berupaya dan berusaha untuk mendapatkan promosi naik jabatan (karena ini ada dalam kendali kita), tapi bisa juga lapang dada dengan politik kantor yang anyep dan keputusan atasan (karena ini di luar kendali kita).

See? Jadi, lebih efektif kan?

Hidup Selaras dengan Alam

Selanjutnya, tentang hidup selaras dengan alam. Maksud dari hidup selaras dengan alam adalah upaya menjalani hidup senantiasa dengan rasio atau nalar. Gue gak menemukan kata yang tepat untuk ini kecuali kata-kata yang pernah diucapkan oleh Marcus Aurelius. Ia pernah berkata kurang lebih seperti ini:

“Choose not to be harmed, and you won’t feel harmed,”

“Pilihlah untuk tidak terluka, dan kamu tidak akan terluka.”

Sering kali kekecewaan dalam hidup ini adalah hasil dari kelemahan rasio atau logika. Kayak ketika kita sedih berlarut-larut misalnya. Kita semua tahu sedih itu wajar ketika mengalami hal yang di luar ekspektasi, tapi ketika sedih itu berlarut-larut dan berkepanjangan, nalar kita semua tentu akan sepakat bahwa kondisi itu harusnya tidak begitu. Iya, kan?

Banyak contoh yang bisa dibahas untuk ini. Tapi intinya dari hidup selaras dengan alam adalah ini: Senantiasa hidup dengan rasio atau nalar. Yah, kalau pikiran lo cukup logis untuk merasa bahagia dalam hidup, mengapakah cari-cari alasan untuk tidak bahagia? Inilah yang gak direstuin oleh filosofi Teras. Tidak selaras dengan alam.

Opini Pribadi

Berdasarkan pengalaman pribadi dan memperhatikan beberapa teman yang juga membaca Filosofi Teras, agaknya, filosofi ini bagus untuk kadar tertentu. Ketika kadarnya berlebihan, jadinya gak bagus. Kenapa? Karena filosofi ini membuat kita jadi terkesan kayak robot.

Dengan hidup hanya mengandalkan nalar, kita berpotensi untuk mengabaikan keberadaan emosi. Padahal, manusia itu bukan hanya makhluk rasional, tapi juga emosional. Hal ini bisa jadi gak sehat dan memberatkan.

Ada juga yang bersembunyi dibalik kalimat "hal-hal di luar kendali kita" agar terhindar dari kewajiban mengeluarkan diri dari kondisi traumatis dan semacamnya. Hal ini berbahaya karena dapat membuat seseorang tidak mengupayakan sesuatu yang memperbaik kondisi hidupnya.

Nah itulah tulisan singkat mengenai filosofi teras tentang apa. Gimana menurut lo? Filosofi ini oke, nggak? Kalau lo suka dengan tulisan ini, lo mungkin akan suka juga dengan quotes Filosofi Teras berikut ini: My Kind of Quotes Part 2, Filosofi Teras.

4 komentar untuk "Filosofi Teras Tentang Apa? Baca Di sini Yuk!"

Comment Author Avatar
Setelah 5 bulan, baru kelar baca buku ini. Pelan-pelan banget bacanya, biar meresapi (atau emang males). Wkwk

Buku yg bagus, setelahnya jadi pengen baca "Meditation" dari Marcus Aurelius. ^^
Comment Author Avatar
Si Dika punya tuuh bukunyaa. Yuk, pinjem!
Seedbacklink