Berhenti di Saat yang Tepat akan Terasa Seperti Berhenti Terlalu Dini, Mengapa?
Peristiwanya Maret tahun lalu, ketika saya berangkat dari rumah naik Commuter Line lalu naik Gojek dari Stasiun Kebayoran menuju Taman Literasi Jakarta Martha Tiahahu.
Ngueeeenggg. Begitu bunyinya.
… Ngga deng, itu motor di sebelah saya sepertinya. Sementara Gojek yang saya tumpangi jalannya slow aja. Motornya gak bisa dipake ngebut hihiyy.
Anyway, maksud dan tujuan kedatangan saya ke Taman Literasi Jakarta waktu itu adalah untuk ikut acara Inspibook Club Offline Session-nya Inspigo yang ngebahas buku QUIT karya Annie Duke.
Ada satu insight menarik yang saya bawa pulang dari acara tersebut, yaitu berhenti terlalu cepat terasa seperti terlalu dini. Gimana tuh maksudnya? Yuk, baca penjabarannya di bawah ini.
Berhenti di saat yang tepat terasa seperti terlalu dini
Pernahkah kamu merasa rasanya terlalu cepat ketika hendak memutuskan berhenti dari sesuatu? Seperti berhenti dari pekerjaan misalnya atau berhenti dari proses PDKT yang sebetulnya kamu tahu ujungnya seperti apa.
Itu merupakan hal yang wajar. Pasalnya, kita memang cenderung terlalu berhati-hati ketika menghadapi pilihan-pilihan yang bisa mengubah hidup. Itulah mengapa berhenti di saat yang tepat terasa seperti terlalu dini.
Bagaimana bisa begitu? Setidaknya ada 4 hal yang menyebabkan kita enggan berhenti. Saya rangkum dari penjelasan Kak Nathalie Indry yang kala itu menjadi pemateri.
1. Social Perspective
Perspektif sosial yang menilai bahwa orang yang berhenti atau menyerah sebagai orang yang kalah ikut menyuburkan budaya enggan berhenti. Termasuk untuk hal-hal yang tidak lagi berarti jika dilanjutkan.
Orang yang pantang menyerah adalah lebih heroik menjadi stigma di masyarakat.
2. Loss Aversion
Kecenderungan tidak mau rugi a.k.a loss aversion. Contohnya, ketika kamu ingin resign dari pekerjaan yang lingkungannya toxic, tapi kamu enggan berhenti karena berpikir bahwa jangan-jangan di tempat lain kamu malah lebih nggak happy atau nggak mendapatkan pekerjaan baru nantinya.
3. Sunk Cost
Sunk cost atau biaya hangus merupakan istilah untuk pengorbanan sumber daya seperti uang, waktu, dan tenaga yang sudah dikeluarkan sebelumnya.
Contohnya, ketika kamu sudah membeli tiket pertunjukkan musik tertentu namun pada hari H turun hujan. Kamu sudah membayar uang cukup besar dan mengambil cuti di kantor. Kamu jadi merasa sayang kalau nggak datang.
4. Merasa Memiliki
Ketika kita merasa memiliki dan terikat dengan jabatan, materi, atau bisnis yang dimiliki. Hal ini membuat berhenti menjadi opsi yang sulit sekali dilakukan. Meskipun dalam realitanya hal tersebut sudah tidak lagi menguntungkan atau bahkan merugikan.
Nah, itulah insight yang saya bawa pulang dari acara tersebut. Semoga bermanfaat yaa.
Kalau kamu ingin mendapatkan insight lebih banyak soal buku ini tentu aja kamu harus beli bukunya. Atau, bisa juga dengerin rangkumannya di App Inspigo. Pake link referal saya biar sama-sama dapet premium gratis!
Kode referal: hgvzp
Link: https://inspigo.app.link/11Xb11f2fNb
Posting Komentar untuk "Berhenti di Saat yang Tepat akan Terasa Seperti Berhenti Terlalu Dini, Mengapa?"
Posting Komentar