Book Review: Keep Going

Sumber: austinkleon.com


Saat ini saya lagi seneng baca buku tentang self-development nih, self-development memang populer dan banyak mengulas mengenai kiat-kiat pengembangan diri dan motivasi. Sangat recommended untuk kamu baca karena bakal berguna untuk mengenal diri sendiri, membentuk pola pikir yang konstruktif, dan memperkuat mental dalam menghadapi tantangan di masa mendatang.


Salah satu buku bacaan self-development yang sudah selesai saya baca adalah Keep Going karya Austin Kleon. Pingin banget baca buku-buku karya Om Austin lainnya, terutama buku Steal Like an Artist!. Ingin beli buku-buku lainnya juga tapi apa daya kantong sedang tidak bersahabat 😥


Kali ini saya bakal mengulas buku Keep Going yang isinya tuh bermanfaat banget untuk para seniman dan penulis karena banyak memberikan nilai-nilai yang practical alias bisa langsung dipraktekkan untuk terus berkarya dan produktif.


Dengan nilai practical yang ada dalam buku ini, diharapkan dapat membantu banyak orang dalam berbagai profesi. Memang sih, target utamanya adalah penulis dan seniman. Namun, dengan fleksibilitas buku ini juga bisa membantu tiap orang dengan berbagi profesi seperti pengusaha, pengajar, murid, pensiunan, dan aktivis.


Judul Buku: KEEP GOING

Penulis: Austin Kleon

Jumlah halaman: 226

Penerbit: Noura Books

Tanggal-bulan-tahun diterbitkan: 2019

ISBN: 978-602-385-993-1


Austin Kleon

Austin Kleon adalah seorang penulis dan seniman yang tinggal di Austin, Texas. Dua buku populer lainnya yang lahir dari tangannya: Steal Like an Artist dan Show Your Work! telah terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia. Selain itu, dia juga berbicara tentang kreativitas di berbagai organisasi seperti Pixar, Google, SXSW, TEDx, dan The Economist. Ingin mengunjunginya secara online? Jangan ragu berkunjung ke www.austinkleon.com.


***

Jika kamu seorang yang senang dengan ide-ide kreatif untuk tulisan, desain, atau lainnya, buku  ini cocok nih buat kamu. Pasalnya, buku ini memberikan banyak pedoman untuk menjadi kreatif sehingga bisa bikin kamu lebih produktif dan tentunya kreatif.


Seringkali ketika kita belajar banyak hal yang sifatnya teknis untuk menjadi kreatif, kita luput dari hal yang sifatnya pedoman untuk menjadi seorang yang tetap kreatif. Misalnya saja, di dunia menulis, satu ide pokok dalam satu paragraf adalah hal teknis, tapi bergaul dengan sesama penulis adalah panduan untuk menjadi seorang penulis. Kelihatan bedanya, bukan?


Nah, buku ini menawarkan hal itu. Sebuah pedoman menjadi seorang yang terus bergerak (keep going) dari perspektif Austin Kleon, si penulis buku ini.


Buku ini terdiri dari 10 bab yang menarik untuk dibahas. Namun, di sini saya tidak akan membahas semuanya karena keterbatasan waktu dan khawatir juga kalau nanti isinya kepanjangan. Jadi, saya hanya mengulas sedikit beberapa isi bagian bab yang menurut saya menarik.


1. Kreativitas Memiliki Musim

Mari kita mulai dari sesuatu yang justru berada di bab terakhir. Di bab 10 Tanam Kebunmu, Austin memberikan panduan untuk terus bergerak (keep going) dengan pemahaman bahwa kreativitas itu memiliki musim.


Ia bercerita tentang seorang biarawati bernama Corita Kent yang berpindah dari Los Angeles ke Boston. Di tempat itu, Corita Kent sering mengamati pohon yang berada di dekat apartemennya, dan melihat bagaimana pohon itu berubah-ubah sepanjang musim.


Keindahan yang dihasilkannya di musim semi hanya karena apa yang telah dilaluinya sepanjang musim dingin, dan terkadang musim dingin terganas menghasilkan musim semi yang paling menakjubkan. hal. 194


Di sini, seolah Austin ingin menyampaikan bahwa boleh jadi masa-masa sulit yang tengah kamu jalani saat ini adalah proses untuk menciptakan karya seni yang menakjubkan. Boleh jadi hari-hari yang kamu anggap sia-sia akan jadi sesuatu yang berharga di kemudian hari.


Masih nyambung dengan pemahaman kreativitas memiliki musim, Austin juga menentang doktrin yang menyatakan bahwa seseorang harus sukses pada usia tertentu. Yah, kalau di kita sih semacam doktrin yang berbunyi,”Sukses sebelum usia 30”, “harus punya 1M sebelum usia 30 tahun kalau nggak kebangetan” dan yang sejenisnya.


Karena alasan inilah aku mengabaikan setiap daftar “35 orang di bawah usia 35 tahun” yang dipublikasikan. Aku tidak tertarik dengan laporan tahunan. Aku tertarik dengan daftar yang abadi. Aku hanya ingin membaca “8 orang di atas 80 tahun. hal. 200.


Inti dari hal ini sebetulnya adalah setiap orang punya waktunya masing-masing. Proses setiap orang berbeda-beda sehingga menetapkan standar usia tertentu untuk semua orang adalah hal yang tidak relevan. Lagi pula, hidup tidak berhenti di usia 30 tahun. Dan, boleh jadi "bunga" seseorang bermekaran di usia yang lebih dari itu.


2. Kamu Boleh Mengubah Pikiranmu

Berinteraksi dengan orang-orang yang tidak memiliki perspektif yang sama dengan kita memaksa kita untuk merenungkan kembali ide-ide kita, menguatkan ide-ide kita, atau menukar ide-ide kita dengan yang lebih baik. hal. 151

 

Di bab ini, Austin menekankan tentang pentingnya berdiskusi dengan orang lain. Tidak hanya dengan orang yang sepaham, tetapi juga dengan orang yang punya perspektif lain dengan kita. Selain hal itu bagus untuk menumbuhkan ide kreatif, berdiskusi dengan orang yang tidak sepaham jadi ajang untuk menguji kebenaran ide yang kita yakini.


Apakah ide yang kita yakini memang sebaik itu? Apakah ada yang lebih baik?


Di sisi lain, hal ini juga menjadi kesempatan bagi kita untuk keluar dari buble orang-orang sepaham. Orang-orang yang selalu bilang ‘ya’ dengan apa yang kita katakan. Jangan-jangan, selama ini kita hanya mendengarkan apa yang mau kita dengar?


Lebih dari itu, di sini Austin juga menganggap berubah pikiran sebagai hal yang wajar. Bukan suatu kelemahan apalagi aib.


3. Membangun Markas Ketenangan

Pada bab ini, Austin menyebutkan mengenai pentingnya sebuah “markas ketenangan”. Sebuah tempat dan waktu di mana kita terbebas dari pemikiran orang lain. Sebuah tempat di mana kita terhubung dengan diri sendiri dan terbebas dari segala distraksi. Tempat di mana salah satu unsur penemuan kita miliki: Kesendirian.


Dalam The Power of Myth, Joseph Campbell mengatakan bahwa semua orang harus membangun sebuah “markas ketenangan”:

“Kamu harus memiliki ruangan, atau waktu sekitar satu jam sehari, ketika kamu sama sekali tidak tahu berita yang dimuat dalam surat kabar pada pagi itu, kamu tidak tahu siapa teman-temanmu, kamu tidak tahu utangmu pada siapa pun, kamu tidak tahu utang siapa pun pada dirimu …” hal. 48

 

Untuk mendukung hal ini, Austin menantang pembaca untuk tidak membuka ponsel pintar saat terbangun di pagi hari, menggunakan mode pesawat, dan berlatih berkata ‘tidak’.


Udah mulai terasa berat belum, sih? Apa saya yang mulai kelelahan menulis ini 😂. Oke, kita lanjut, ya.


4. Seni Adalah untuk Kehidupan (Bukan Sebaliknya)

Di bagian ini, Austin bilang bahwa seni seharusnya membut hidup menjadi lebih baik. Ia menentang mitos bahwa seniman harus menderita.


Akan selalu ada godaan bagi orang-orang yang menderita untuk meyakini bahwa menjadi seniman merupakan solusi padahal, faktanya, ia mungkin lebih menjadi sebuah masalah. hal. 138.


Intinya, jika membuat karya membuat hidupmu lebih baik, terus lakukan (keep going). Namun, jika justru sebaliknya, sebaiknya kamu melakukan hal lain. Lebih lanjut Austin menyebut bahwa dunia tidak membutuhkan lebih banyak seniman, melainkan lebih banyak orang baik.


5. Sehari Demi Sehari

Satu-satunya perjalanan kreatif yang tampak kutempuh adalah pekerjaan bolak-balik sejauh tiga meter dari pintu belakang rumahku ke studio di garasiku. Aku duduk di meja kerjaku dan menatap lembaran kertas kosong sambil berpikir,”Bukankah aku melakukan hal yang sama seperti ini kemarin”? hal. 17

 

Di bagian ini, Austin memandang dirinya seperti Sisyphus yang menggelindingkan batu besar menaiki bukit. Ia merasa dirinya seperti Phil Connors dalam film Groundhog Day yang terbangun setiap pagi di tanggal 2 Februari.


Alih-alih berandai-andai mengenai masa depan, Austin menawarkan untuk menjalani hari demi hari. Layaknya Sisyphus yang dikutuk menggelindingkan batu, atau Phil Connors yang terjebak pada hari yang sama.


“Apakah yang akan kamu lakukan kalau kamu terjebak di satu tempat? Setiap hari kejadiannya sama persis, dan tak satu pun yang kamu lakukan berarti?” Phil Connors dalam Groundhog Day.


Jawaban bijaknya tentu saja adalah dengan menjalaninya sebaik mungkin, dan bahagia dalam prosesnya. Sebab, kita harus membayangkan Sisyphus bahagia!


Sebenarnya masih banyak sih bab-bab yang seru banget untuk diulas seperti bab Iblis Membenci Udara Segar, Membuat Hadiah, dan Bila Ragu, Berbenahlah.


Ada yang sudah baca buku Keep Going?



Posting Komentar untuk "Book Review: Keep Going"

Seedbacklink