Puasa Itu Selaras dengan Bawaan Alamiah Manusia

Pada tulisan ini gue ingin sharing tentang puasa yang tidak hanya syar’i (perintah agama), tapi juga tabi’i (sesuai dengan bawaan alamiah), insani (sesuai dengan hasrat intelek manusia), dan jama’i (sesuai dengan hasrat sosial).


Gue akan memperkuat dugaan tersebut dengan memberikan contoh puasa yang dilakukan oleh umat-umat dan orang-orang besar terdahulu. Mulai dari Siti Maryam, Nabi Isa, Socrates, hingga Siddharta Budda Gautama. Penasaran? Yuk, baca tulisan ini sampai selesai!


Puasa Tidak Hanya Syar’i


Siti Maryam


Kita mulai dari Siti Maryam terlebih dahulu. Menjelang kelahiran anaknya, Isa, Siti Maryam melakukan puasa berbicara. Hal ini adalah perintah yang turun kepadanya untuk memberinya terang sekaligus jalan di masa-masa sulit itu.


Bayangkan, seorang perempuan suci yang hamil tanpa suami lalu semua orang menuduhnya sundal. Betapa terguncangnya Maryam secara fisik dan mental pada saat itu. Namun, ia berhasil melewatinya dengan puasa.


Isa Putra Maryam


Isa putra Maryam juga melakukan puasa ketika setan datang kepadanya menawarkan kemasyhuran dan kekuasaan. Alhasil, ia dapat menaklukkan godaan setan itu. Ia menolak kekayaan yang ditawarkan kepadanya. Ia menolak kekuasaan. Ia memilih mengurusi orang lain. Ia menghidupkan orang mati.


Menariknya, secara paradoks Isa putra Maryam justru mendapatkan semuanya. Beliau mempertahankan kekayaan jiwanya. Beliau tetap berkuasa. Beliau tetap diurusi. Bahkan, hingga kini beliau tidak mati. Setidaknya di benak Kaum Muslim dan Nasrani.


Nabi Musa


Nabi Musa berpuasa selama empat puluh hari di Gunung Tursina. Di tempat suci itu beliau bersikap suci karena akan menerima wahyu: Sepuluh Perintah Tuhan. Sesuatu yang suci hanya akan keluar dari tempat dan sikap yang suci pula.


Ketika ia datang menemui Fir’aun, ia tidak datang dengan kata-kata yang menghinakan. Ia justru mengatakan: “Adakah (keinginan) dalam diri Tuan untuk hidup suci? Dan (kalau) saya membimbing Tuan untuk berbakti kepada Tuhan, niscaya Tuan akan lebih terkonsentrasi (mengurus negara).” (Q.S An-Naazi’aat: 18-19).


Socrates dan Plato


Lo pasti gak asing lagi dengan dua filsuf ini, Socrates dan Plato. Kedua filsuf kenamaan ini biasa berpuasa selama sepuluh hari untuk meningkatkan kesehatan fisik dan jiwanya. Tidak heran, mereka berdua begitu cerdas dan futuristik.


Hippocrates


Hippocrates adalah seorang dokter Yunani yang sangat terkenal pada zamannya. Di zaman di mana industri farmasi belum semaju sekarang, apa yang paling sering dianjurkan oleh Hippocrates kepada pasiennya agar cepat sembuh dan sehat? Jawabannya adalah puasa.


Pythagoras


Pemikir Yunani satu ini sudah kita kenal sejak di bangku sekolah. Salah satu rumus matematika yang kita pelajari di tingkat SMP menggunakan namanya, Pythagoras. Namun, tahukah lo kalau rumus ini diciptakan dari suatu rumus pula? Rumusnya adalah berpuasa selama empat puluh hari.


Siddharta Buddha Gautama


Di puncak kekuasaannya, Siddharta Buddha Gautama meninggalkan semuanya. Ia meninggalkan singgasananya dan mengasingkan diri dari keramaian. Apa yang ia lakukan selama masa pengasingan? Tidak lain adalah berpuasa untuk mendapatkan penerangan budi.


Alhasil, ajarannya menyebar ke hampir seluruh penjuru dunia, baik melalui agama Buddha maupun melalui berbagai bentuk pelatihan meditasi.


Umat Hindu


Umat Hindu percaya bahwa pemenuhan kebutuhan fisik secara terus menerus akan merendahkan martabat jiwa. Itulah sebabnya mereka menganggap puasa bukan saja bagian dari pemujaan, tetapi sekaligus suatu bentuk pelatihan lahir dan batin.


Tao dan Kong Hu-chu


Kepercayaan tradisional di Cina juga meyakini kemujaraban puasa. Para pengikut Tao dan Kong Hu-chu meyakini kalau puasa bisa mengundang welas asih Tuhan agar kebutuhan pokok mereka senantiasa terpenuhi.


Manusia Purba


Manusia purba melakukan puasa dengan tujuan hajatnya terpenuhi. Misalnya saja, agar tanah pertaniannya bertambah subur, tanamannya membuahkan hasil, hingga agar dirinya sendiri lebih produktif. Bagi mereka, puasa adalah sarana mediasi yang menghubungkan manusia dengan sang pencipta.


Orang-orang Indian


Suku asli Amerika, Suku Indian, menggunakan puasa sebagai alat penolak bala. Jika mereka ingin menghindarkan kampung halaman dan masyarakatnya dari penyakit dan becana alam, kepala suku memerintahkan mereka untuk berpuasa.


Di sisi lain, puasa juga digunakan sebagai wahana pertobatan atas kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat di masa lalu.


Nah, itulah contoh-contoh yang menguatkan dugaan kalau puasa itu tidak hanya merupakan perintah agama, tapi juga selaras dengan sifat alamiah manusia. Mudah-mudahan tulisan ini tidak melenceng jauh dari kebenaran.


wallahu a'lam.


Sumber: Puasa. Muhammad Rusli Malik

Posting Komentar untuk "Puasa Itu Selaras dengan Bawaan Alamiah Manusia"

Seedbacklink