Penghinaan yang Produktif ala Marcus Aurelius



Gue tergolong orang yang percaya bahwa untuk bahagia kita tidak memerlukan syarat-syarat apapun. Bahkan, gue berkata kepada beberapa teman kalau syarat bahagia itu nol. Segala hal yang kita kira bisa membahagiakan itu kita ciptakan sendiri, di kepala kita. Tidak jarang, hal itu juga merupakan konstruksi sosial yang dibangun.


Buat gue, bahagia itu adalah hanya untuk orang-orang yang berani. Berani menerima hidup sebagaimana adanya. Berani menerima diri sepenuhnya. Berani mencintai takdir, sepahit apapun takdir yang dihidangkan ke hadapan kita.


Dan, konsep bahagia tanpa syarat ini semakin menguat ketika gue menemukan bahwa Marcus Aurelius juga memiliki kerangka berpikir yang sejalan dengan ini. Bagaimana dia menilai segala sesuatu secara objektif, netral, tanpa penilaian. Bahkan, tidak jarang dia memandang sinis terhadap hal-hal yang didambakan kebanyakan orang. Dia memandang rendah apa yang dianggap besar oleh banyak orang.


Seperti ketika dia berseloroh mengenai seks “… Bahwa itu cuma sama-sama saling menggesekkan bagian-bagian pribadi tubuh kita diikuti dengan pelepasan ketegangan…” Titik. Atau, ketika dia berkata bahwa orang-orang yang sangat menginginkan dikenang sesudah mati lupa bahwa mereka yang akan mengenangnya pun akan mati juga.


Sepintas, hal ini tampak remeh dan biasa saja. Namun, kalau kita mau sejenak saja memikirkan hal ini, dampaknya luar biasa. Seperti ketika kita berpikir tentang seks sebagaimana yang diutarakan oleh Marcus Aurelius, kita jadi sedikit terkendali untuk melakukan sesuatu yang rendah. Hal ini jadi semacam penyeimbang bias alamiah kita.


Menariknya, kita bisa menerapkan cara berpikir ini untuk banyak hal. Ketika kita melihat postingan yang membuat iri di media sosial, misalnya. Bayangkanlah orang itu mati-matian membuatnya agar terlihat seperti itu. Uang, yang kita inginkan lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi, bayangkanlah betapa banyak bakteri dan kotoran yang melumurinya.


Juga seseorang yang sangat kita kagumi dari jauh itu? Bayangkanlah bahwa di luar sana ada juga orang yang mengabaikannya. Toh, dia juga manusia biasa sama seperti kita.


Berpikir dengan cara seperti ini tidak membuat kita menjadi orang yang sinis dan menyebalkan. Dengan berpikir seperti ini, justru akan membuat kita memandang segala sesuatu sebagaimana adanya atau dengan kata lain objektif.


Setelah mampu memandang semua itu secara objektif, tentu kita akan punya kekuatan untuk --> ikut seneng dong! Iri itu kan buah dari memandang sesuatu dari bawah. Kalau kita objektif, kita memandangnya dari atas.


Kita memandang dari tempat yang lebih tinggi. Kayak ketika berpikir tentang seks sebagai aktivitas yang hanya esek-esek, bukan berarti kita tidak boleh merayakan cinta. Kita justru akan melampauinya, karena kita tidak diperbudak oleh hawa nafsu yang menggiring kepada selera rendah.


Lagi pula, kalau kita cukup objektif, kita akan mampu melihat kalau semua itu fana. Tidak pantas mendapat tempat di hati kita. Apalagi sampai mengganggu hidup kita.


Begitulah kira-kira cara berpikir Marcus Aurelius yang bisa disebut dengan penghinaan yang produktif. Redaksi lengkap tentang hal ini bisa kamu lihat di bawah ini:


“Tepat ketika daging dan bahan-bahan pangan lain tersaji di hadapan kita, pikiran kita berkata, ini ikan mati, burung atau babi mati; dan juga, minuman anggur bagus ini hanyalah sari dari buah anggur, jubah berpinggiran ungu ini hanyalah bulu domba yang dicelupkan ke dalam darah kerang; atau tentang seks, bahwa itu cuma sama-sama saling menggesekkan bagian-bagian pribadi tubuh kita diikuti dengan pelepasan ketegangan – dengan cara yang sama persepsi kita menangkap kejadian-kejadian aktual dan menyerapnya, supaya kita melihatnya sebagaimana apa adanya.” – Marcus Aurelius, Meditation, 6.13.


“Orang-orang yang sangat menginginkan dikenang sesudah mati lupa bahwa mereka yang akan mengenangnya pun akan mati juga. Dan begitu juga orang-orang sesudahnya lagi. Sampai kenangan tentang kita, diteruskan dari satu orang ke yang lain bagaikan nyala lilin, akhirnya meredup dan padam.” – Marcus Aurelius, Meditation.


Bagaimana, tertarik mempelajarinya lebih jauh? Gue merekomendasikan buku Filosofi Teras sebagai langkah awal untuk mempelajafinya.

Kamu bisa membelinya di Toko online terpercaya Tokopedia. Ini link-nya: Buku Filosofi Teras

Ada gratis ongkir!



Posting Komentar untuk "Penghinaan yang Produktif ala Marcus Aurelius"

Seedbacklink