Pelajaran Dari Film Tick, Tick...Boom! Diangkat Dari Kisah Nyata

Sumber: CNN.com


Beberapa hari yang lalu, gue baru aja selesai menonton film Tick, Tick…Boom! di Netflix. Film yang disutradarai oleh Lin-Manuel Miranda dan dibintangi oleh Andrew Garfield ini seru banget. Gue sampai berkaca-kaca menontonnya.




Film ini nggak hanya menyentuh perasaan, gengs, tapi juga menginspirasi. Karena itu, gue merasa perlu untuk menuliskannya di sini dan membahasnya bersama kalian. So, langsung aja yuk kita bahas. Cekidooot.


Sekilas Tentang Film Tick, Tick...Boom!


Jadi, film ini bercerita tentang Jonathan Larson yang berjuang meraih cita-citanya. Di dalam film ini diceritakan kalau Jonathan Larson ingin menjadi seorang komposer teater musikal ternama. Sialnya, jalan yang ia tempuh tidak mulus begitu saja. Penuh onak dan duri. Kok, kayak lirik dangdut, ya?


Revisi: Sialnya, jalan yang ia tempuh tidak mulus begitu saja. Ia mengalami banyak penolakan dan kegagalan. Namun, dia gak nyerah dan inilah yang membuatnya spesial dan begitu menginspirasi hingga kisah hidupnya diadopsi ke dalam film.


Jonathan Larson bekerja sebagai seorang pelayan restoran untuk bertahan hidup. Di sisa waktunya setelah bekerja, dia menulis materi teater dan membuat lagu. Singkat cerita, ia membuat sebuah karya berjudul Superbia yang membutuhkan waktu selama 8 tahun!


Suatu hari, lokakarya Superbia pun digelar dan ia menuai banyak pujian. Bahkan Stephen Sondheim, seorang komposer terkenal yang hadir di acara tersebut turut memuji karyanya yang berjudul Superbia itu. Namun, hal itu rupanya belum cukup untuk bisa tayang di Broadway.


Ada yang menarik ketika Jonathan Larson diberitahu bahwa Superbia tidak bisa tayang di Broadway. Melalui telepon, seorang agen teater bernama Rosa, yang kala itu juga ikut menonton lokakarya Superbia memberitahunya bahwa Superbia menuai banyak pujian dan banyak yang menyukainya.


Mendengar hal itu Jonathan kegirangan. Namun, kegirangan itu akhirnya kandas ketika Rosa kemudian melanjutkan, "Semua mengatakan hal yang sama, 'Jonathan Larson itu!' Aku tak sabar melihat karya berikutnya."


Saat mendengar hal itu, Jonathan terkejut. Rupanya Superbia dinilai terlalu aneh untuk tampil di Broadway, karena mengandung kapal angkasa luar dan robot di dalam ceritanya. Sehingga, tidak ada produser yang mau menggarap karya tersebut. Di sisi lain, Superbia juga terlalu mahal untuk tampil di off-Broadway, karena pementasan Superbia membutuhkan terlalu banyak pemeran dan efek khusus.


Lalu, sambil merasa putus asa, Jonathan bertanya kepada Rosa, "Aku harus apa sekarang?"


Ada hening sejenak. Sebelum akhirnya Rosa mengatakan, mulai tulis musikal berikutnya. Setelah selesai yang itu, mulai tulis berikutnya. Lagi dan lagi, begitulah jadi penulis. Kau terus berkarya dan berharap akhirnya ada yang diterima.


Sebelum menutup telepon, Rosa juga mengatakan, "Sedikit nasihat dari seseorang yang sudah lama berada di bisnis ini. Berikutnya, tulis sesuatu yang kau tahu."


Setelah berita penolakan itu, Jonathan pergi mengunjungi sahabatnya, Michael, dan meminta agar ia diterima di advestising agency sebagaimana sahabatnya itu. Dia bilang kalau dia tidak tahan lagi untuk menghabiskan waktunya menulis sesuatu yang tidak akan dilihat orang. Lalu sahabatnya bilang, bahwa lokakarya Superbia adalah pertunjukan yang bagus. Meninggalkan bakat adalah sesuatu yang tragis.


Lalu Jonathan bilang, "Tapi kamu melakukannya." Sambil tersenyum sahabatnya menjawab kurang lebih seperti ini, "Aku ini aktor medioker. Ada banyak aktor medioker di Amerika, tetapi ada berapa Jonathan Larson? Satu."


Dari pertemuan itulah Jonathan Larson menulis Tick, Tick...Boom!. Sebuah karya yang bercerita tentang dirinya dan teman-temannya yang merasa seperti dikejar-kejar oleh waktu. Tentang dirinya yang sebentar lagi berusia 30 tahun tapi belum juga berhasil seperti orang kebanyakan. Tentang temannya yang terjangkit HIV, dan tentang bunyi detik di kepalanya yang membuatnya tidak bisa mendengar apa-apa.


Karya itu pun mendapat tempat di off-Broadway dan disukai oleh banyak orang. Berikutnya, Jonathan membuat karya berjudul Rent yang berhasil mendapat tempat di Broadway (pada saat usianya 35 tahun). Bahkan, karya tersebut bertahan selama 12 tahun yang embuatnya jadi salah satu teater yang bertahan lama di Broadway.


Ironisnya, Jonathan tidak sempat untuk melihat kesuksesannya itu. Tepat pada hari penayangan Rent di Broadway, Jonathan Larson tutup usia.


Pelajaran dari Jonathan Larson


Dari kisah Jonathan Larson di atas, setidaknya ada 4 pelajaran yang bisa kita ambil.


Pertama, sukses gak harus before 30. Selama ini, ada stigma di masyarakat yang seolah mengharuskan seseorang untuk bisa sukses sebelum 30 tahun. Hal ini ada benarnya memang, tapi tidak sepenuhnya benar. Karena setiap orang ada masanya. Mengharuskan seseorang untuk sukses di usia tertentu berpotensi membuat seseorang putus harapan.


Lagipula, kehidupan tidak berhenti setelah kita berumur 30. Memangnya, setelah 30 kita tidak berbuat apa-apa lagi gitu?


Kedua, Keep Going. Apapun yang kamu perjuangkan dan percayai, teruslah melakukannya. Seperti Jonathan Larson yang terus menulis dan menulis hingga akhirnya karyanya diterima. Jangan terlalu cepat kecewa dengan kegagalan di awal. Sebab, kamu akan menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu.


Ketiga, menulislah yang kamu tahu. Gak perlu aneh-aneh, inspirasi terbaik adalah yang datang dari kehidupanmu sendiri. Dari yang kamu rasakan dan alami. Semakin relate dan orisinal, semakin baik.


Keempat, milikilah teman yang baik. Jonathan Larson beruntung punya teman seperti Michael yang mendukungnya untuk terus menggapai cita-citanya. Bayangin, kalau Michael adalah tipikal yang iri dengan pencapaian temannya sendiri. Bisa-bisa dijerumusin tuh si Jonathan. Diajak nonton seminar motivasi, eh taunya diprospek MLM.



Yah, begitulah ulasan singkat mengenai pelajaran hidup yang bisa diambil dari film Tick, Tick...Boom! yang diangkat dari kisah nyata Jonathan Larson. Gimana menurut kalian, gengs?

Posting Komentar untuk "Pelajaran Dari Film Tick, Tick...Boom! Diangkat Dari Kisah Nyata"

Seedbacklink