Apakah Bisa Hidup Dari Menulis?

Di sore yang cerah ini saya tergerak untuk menulis tentang ini: Apakah bisa hidup dari menulis?

Pertanyaan yang sebenarnya klise, dan sering kali ditanyakan kepada mereka yang memutuskan ingin menjadi atau berkarir sebagai penulis.

Yang masih di awal-awal sih biasanya akan ragu menjawabnya atau bahkan jadi minder dengan kemampuannya sendiri. Bisa gak ya aku hidup dari menulis?

Ini adalah kegelisahan saya juga sebenarnya. Ketika awal-awal menjalani pekerjaan sebagai freelance content writer (karena terkena PHK akibat pandemi), saya meragukan kehidupan yang layak dari menulis.

Saya tidak yakin bahwa hanya dengan menulis kita bisa hidup dengan nyaman dan layak.

Namun, setelah menjalaninya selama dua tahun, saya mendapatkan jawabannya. Ternyata kita memang tidak bisa hidup dari menulis.

Plot twist, ya? Hahaha. Mungkin kamu mengharapkan saya akan memberi jawaban yang memberikan harapan dan semangat, bisa kok hidup dari menulis.

Namun, berdasarkan pengalaman sejauh ini, saya agak kurang yakin kalau kita bisa hidup hanya dari menulis.

TAPIIIIIIIII……………………..

Kita bisa kok hidup dari menulis!

“Loh kok berubah jawabannya? Tadi katanya gak bisa?”

Kalau hidup hanya dari menulis ya memang gak akan bisa, karena penghasilan penulis di Indonesia, apalagi pemula, itu kecil banget. Hanya cukup untuk beli kopi di coffee shop sekitaran rumah sambil ngerjain orderan tulisan. Buat beli rokoknya? Kurang.

Tapi Kita bisa hidup dari menulis kalau ………… naik level.

“Naik level gimana maksudnya?”

Naik level sedikit yaitu menjadi marketer. Pemasar untuk karya-karya kita sendiri. Kalau kita bisa naik ke level ini, hidup dari menulis itu sangat sangat memungkinkan.

Saya paham, karakter kebanyakan penulis itu memang kebanyakan introvert, tidak pandai menjadi marketing ulung yang ahli menjual. Namun, inilah tantangannya. Kalau memang ingin hidup dari menulis, penulis juga harus mau untuk keluar dari zona nyamannya.

Perlahan namun pasti, penulis harus belajar untuk menjadi pemasar bagi karya-karyanya.

Dan perlahan namun pasti, penulis juga harus keluar dari zona nyaman ke-introvert-an dirinya.

Dari yang tadinya malas ketemu orang dan membangun relasi, sedikit demi sedikit memberanikan diri bertemu banyak orang untuk menemukan peluang.

Dari yang tadinya panas-dingin kalau diajak live tentang kepenulisan, perlahan namun pasti mulai membiasakan diri sharing di depan kamera.

Dari yang tadinya enggan untuk menulis E-book yang bisa dijual ke market yang tepat, perlahan mulai tergerak untuk menulis pengalaman hidupnya yang bisa memberi nilai tambah bagi orang lain.

Jika ini yang penulis lakukan, hidup dari menulis adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat ditolak lagi.

Hidup Seperti Apa yang Kita Inginkan?

Tanpa bermaksud merendahkan profesi tukang batu atau semacamnya, tapi orang yang sehari-harinya menjadi kuli angkut batu ke atas truk (dengan cara memecahnya menjadi bagian-bagian kecil) saja bisa hidup.

Ini sebagai gambaran saja yaa.

Demikian juga dengan menulis. Hidup dari menulis ya bisa-bisa saja. Pertanyaannya adalah, hidup seperti apa yang kita inginkan?

Hidup itu kan pilihan, ya. Bagaimana kita hidup dan cara menjalaninya adalah sebuah pilihan.

Ketika kita sudah tahu apa yang kita inginkan dan ajeg mengambil pilihan hidup sebagai penulis, maka apa pun yang kita lakukan akan menjadi jalan memutar untuk membiayai aktivitas menulis itu tadi.

Seperti menjadi pemasar untuk karya-karyanya sendiri yang diulas di awal tulisan ini, itu bukanlah untuk menghasilkan uang atau menjadi kaya semata. Lebih dari itu, menjadi pemasar untuk karya sendiri adalah agar bisa membiayai kegiatan menulis.

Kita baru bisa menulis dengan aman dan nyaman, ketika kebutuhan sehari-hari terpenuhi. Dan memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan hanya menulis di awal-awal profesi ini, jelas bukan pilihan yang tepat (kecuali kamu anak sultan yang tidak bekerja pun kebutuhan tercukupi).

Jadi ini sebenarnya masalah yang lain lagi. Kalau di awal kita membahas tentang marketing untuk bisa hidup dari menulis, ini adalah persoalan eksistensial yang lebih jauh, Apakah kita sudah tahu kehidupan seperti apa yang ingin kita jalani?

Otot Mental

Lalu, bagaimana caranya agar kita berani untuk menjadi pemasar karya-karya kita sendiri? Jawaban yang saya bisa berikan saat ini adalah dengan terus meningkatkan skill dan kapasitas diri.

Sebab, sulit bagi kita untuk membayangkan menghasilkan dari tulisan ketika kemampuan menulis hanya begitu-begitu saja.

Sulit juga bagi kita untuk bisa menghasilkan lebih besar dari yang ada saat ini jika tidak dibarengi dengan kapasitas diri yang meningkat pula.

Dan kemampuan dan kapasitas diri ini, sepanjang pengalaman saya, tumbuh seiring berjalannya waktu. Ketika kita terus menerus konsisten menjalani profesi ini.

Kalau kata salah seorang teman yang saat ini sudah membuktikan hidup dari menulis, ia pernah berkata kira-kira begini: Menghasilkan dari tulisan itu seperti melatih otot-otot. Gak bisa seseorang langsung diajak menghasilkan jutaan. Kita juga gak bisa kan langsung ngangkat barbel yang berat kalau gak berlatih dari yang kecil dulu?

Begitulah kira-kira kata salah seorang teman untuk menggambarkan apa yang sedang kita bahas saat ini.

Namun, saya lebih senang menggunakan perumpamaan pohon yang sedang condong ke kemiringan tertentu.

Seperti pohon yang condong pada kemiringan tertentu, akan jatuh pada waktunya ketika akar-akar sudah tidak mampu menopang batangnya untuk berdiri tegak.

Begitu juga dengan keengganan menghasilkan dari tulisan. Pada akhirnya akan tumbang seiring meningkatnya kemampuan dan kapasitas diri.

Posting Komentar untuk "Apakah Bisa Hidup Dari Menulis?"

Seedbacklink