Jalan yang Sulit dan Bermakna

Image by kjpargeter on Freepik


Malam ini aku duduk terpaku menatap laptop. Seperti pada malam-malam biasanya, aku menghabiskan beberapa jam waktuku untuk menulis di laptop. Menuangkan segala isi pikiranku. Aku seperti mengajak diriku jalan-jalan ke dalam pikiranku sendiri.


Aneh, mengapa aku mengajak diriku ke dalam pikiranku sendiri? Menciptakan dunia khayalku sendiri? Tidakkah ada hal lain yang lebih baik untuk dilakukan? Aku tak habis pikir mengapa aku melakukan ini.


Yah, kau tahu, menulis itu bukanlah perkara yang mudah. Setidaknya, kau harus duduk berjam-jam untuk melakukannya. Dan itu berpotensi membuat pinggulmu pegal-pegal. Tidakkah ada hal lain untuk dilakukan?


Tak hanya itu, kau juga harus memaksa dirimu berpikir. Ya, menulis adalah aktivitas berpikir. Kau tak bisa menulis dengan baik tanpa berpikir atau menulis dalam keadaan pikiranmu tidak kondusif untuk berpikir. Tidakkah hal ini lebih merepotkan?


Tidakkah ada hal lain yang lebih mudah dan menyenangkan untuk dilakukan?


Seperti misalnya, nonton Netflix sambil rebahan. Bukankah itu lebih menyenangkan dan tidak merepotkan? Atau, scroll-scroll media sosial seperti Instagram dan Youtube. Bukankah itu lebih mengasyikkan?


Lantas, mengapa aku lebih memilih menulis? Mengapa aku memilih duduk sekitar satu jam, berpikir, merangkai kata-kata, dan mengkhayal? Mengapa aku memilih hal yang merepotkan? Atau jangan-jangan, diam-diam aku menyukai jalan yang tidak mudah. Jalan yang “mendaki lagi sulit”?


Jangan-jangan, ada kenikmatan tersendiri saat kita melakukan sesuatu yang sulit, ketimbang hanya melakukan hal yang mudah saja.


Dan dalam konteks ini, hal yang sulit itu adalah menulis. Kalau begitu, jika aku memilih untuk nonton Netflix sambil rebahan saat ini, hal itu ada kenikmatannya. Jika aku memilih untuk berselimut sepanjang malam ini, itu pun ada kenikmatannya.


Dan jika aku memilih untuk menulis dan menuangkan segala isi pikiranku, itu pun ada kenikmatannya tersendiri. Suatu kenikmatan yang mungkin lebih besar nilainya sehingga aku lebih memilihnya.


Atau, mungkinkah karena menulis lebih berarti sehingga aku memilihnya? Dengan begitu, hal ini tidak hanya dipandang dari kesulitan menjalaninya saja, tapi juga dari makna yang dikandungnya.


Boleh jadi seperti itu.


Posting Komentar untuk "Jalan yang Sulit dan Bermakna"

Seedbacklink