Life Lessons In My 25 Years Old

Gak terasa, saat ini gue udah 25 tahun aja. Ini artinya, udah seperempat abad gue hidup di dunia. Banyak hal sebetulnya yang terlintas di kepala gue kalau melihat angka yang satu ini. Mulai dari istilah quarter life crisis, life lessons, usia ideal untuk meniqa, dan lain-lain.


Terus terang, gue gak begitu meng-amini konsep quarter life crisis. Quarter life crisis tuh overrated gak sih? Karena sebagaimana sudah kita lalui sama-sama, krisis bisa datang kapan aja. Gak ada angin gak ada ujan, tiba-tiba dateng aja. Kadang saking anyepnya tuh krisis kita ampe ngebatin. Ngebatinnya ampe pantun.




And for me, my life was a crisis already before I turned 25, haha. Jadi, gue lebih memilih life lessons sebagai angle dalam tulisan ini. Nah, pertanyaannya, apa pelajaran hidup yang bisa gue petik dari tahun-tahun belakangan?


Kalau gue melihat ke belakang sih, kayaknya pelajarannya lebih banyak tentang berdamai dengan kegagalan dan merayakan kemenangan. Dua hal yang sama-sama krusial dan akrab dengan gue belakangan ini. Gue yakin gak cuman gue, lu yang masih di usia 20-an pasti ngerasain juga. Karena memang di usia ini kita tuh lagi getol-getolnya melakukan banyak hal.


Oke, mari kita bahas dari berdamai dengan kegagalan terlebih dahulu. Selama ini, kita terbiasa melihat kegagalan dari perspektif yang negatif. Hal ini membuat kita cenderung menghindari atau malu ketika mengalami kegagalan. Padahal, kegagalan gak selalu negatif. Ada hal positif dari kegagalan kalau kita mau melihatnya dari sudut pandang yang lain.


Dari sudut pandang bertumbuh, misalnya. Coba deh dipikir-pikir lagi. Seandainya kita nggak pernah gagal sebelumnya dan ngerasain ampas-ampas kehidupan di masa lalu, apa kita bakal setangguh dan setegas sekarang? apa kita akan lebih 'pinter' dalam ngadepin kehidupan kayak saat ini? Gue rasa jawabannya nggak.


Maka, kegagalan itu memang kita butuhkan. Rasanya emang gak enak sih. Tapi kalau maunya yang enak dan nyaman melulu, kapan kita bertumbuh? Pertumbuhan itu ada pada ketidaknyamanan. Oleh karena itu, penting untuk memandang kegagalan dari perspektif yang positif. Sebagai upaya untuk berdamai dengan itu.


Nah, yang kedua adalah tentang merayakan kemenangan. Selama ini, kita terbiasa menormalisasi kemenangan terlalu cepat, tanpa sempat merayakannya. Ketika berhasil lolos interview kerja, misalnya. Gak butuh waktu lama bagi kita untuk kembali mengeluh dan melihat ke "atas". Seandainya jabatan gue lebih tinggi. Seandainya perusahaan tempat gue kerja lebih baik. Etc.


Pertanyaannya kemudian adalah, apakah kita sudah benar-benar merayakannya dan mensyukurinya? Jangan-jangan keberhasilan lolos interview itu ibarat langit-langit yang berhasil kita capai. Begitu sampai di atasnya, kita langsung melihat langit-langit lain di atasnya, tanpa sempat bersantai dan menikmati momen menyenangkan disana.


Itulah mengapa merayakan kemenangan jadi hal yang penting. Supaya kita bisa lebih bersyukur dan menghargai momen-momen indah dalam hidup. Lebih dari itu, supaya kita lebih punya kepercayaan diri dan tahu kalau rasanya menang itu enak! Sehingga lebih bersamangat dalam mencapai kemenangan-kemenangan berikutnya.


Gitu deh, guys tulisan tentang life lessons in my 25 y.o. Kalau lu punya pelajaran lain yang membekas di hati lu, jangan ragu untuk menuliskannya di komentar supaya kita bisa sama-sama belajar. Thanks guys.



 

Posting Komentar untuk "Life Lessons In My 25 Years Old"

Seedbacklink